EFFEKTIFITAS STARTER KOMPOS BUATAN (KONVENSIONAL) PADA TANAMAN KACANG HIJAU
EFFEKTIFITAS STARTER KOMPOS BUATAN (KONVENSIONAL) PADA TANAMAN KACANG HIJAU
Kolekium oleh :
Firdaus Ramadhan
Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENDAHULUAN
Sampah organik
kini menjadi masalah di daerah perkotaan yang padat penduduk. Masalah tersebut
semakin rumit karena sampah tidak dikelola dan mengakibatkan pencemaran. Akibat dari pencemaran tersebut adalah
penurunan kualitas lingkungan, gangguan kesehatan dan merusak keindahan.
a |
b |
c |
Gambar
1. Permasalahan akibat sampah (a) pencemaran; (b) merusak keindahan dan (c)
menimbulkan penyakit
Beberapa cara
yang telah digunakan untuk mengurangi atau mengatasi sampah adalah dibakar dan langsung
ditimbun. Cara-cara tersebut tidak efektif karena tidak semua sampah dapat
didegradasi sempurna jika langsung ditimbun (Suriawiria, 2008) dan menghasilkan
senyawa berbahaya jika dibakar. Senyawa berbahaya jenis dioxin seperti (CDD) chlorinated
dibenzo-p-dioxin, (CDB) chlorinated dibenzo fluran dan (PCB) poly
chlorinated biphenyl akan terlepas
ke udara apabila dibakar yang dapat mengakibatkan kanker, gangguan organ
reproduksi dan cacat lahir (efek terakumulasi). Efek jangka pendek akibat
terpapar zat tersebut adalah penurunan sistem kekebalan dan massa tubuh (Dobrzynski et al., 2009; Warlina et
al., 2011).
Gambar 2.
Struktur senyawa dioxin : poly chlorinated biphenyl (PCB)
|
Perlu suatu cara
untuk mengelola sampah sehingga bermanfaat dan tidak menimbulkan efek lain
terhadap lingkungan. Pengomposan merupakan salah satu cara untuk mengurangi
permasalahan akibat sampah organik. Kompos dapat dibuat dengan menggunakan starter kompos yang mengandung Effective Microorganisms (EM). Effective Microorganism (EM) merupakan
kumpulan dari mikroba dalam suatu larutan yang berpotensi dalam perombakan
senyawa-senyawa organik. Komposisi larutan ini adalah bakteri penghasil asam
laktat, bakteri fotosintetis, jamur pengurai, actinomycetes dan mikroba lainnya
(Javaid & Bajwa, 2011; Namsivayam et
al., 2011).
Beberapa starter yang telah dikenal dipasaran
secara umum adalah EM4, StarDec dan lain sebagainya. Starter kompos juga dapat dibuat secara
konvensional menggunakan bahan sederhana dan mudah ditemukan. Penelitian
ini menggunakan tanaman kacang hijau
karena tanaman ini memiliki umur hidup yang singkat. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui efektifitas starter
kompos buatan (konvensional) pada tanaman sehingga ini dapat diaplikasikan
dengan mudah oleh masyarakat dalam mengatasi masalah sampah di lingkungan
sekitar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemberian
EM pada umumnya bertujuan untuk mempercepat proses degradasi sehingga kompos
lebih cepat matang dan digunakan untuk tanaman sehingga membantu pertumbuhan tanaman
baik akar, batang dan daun. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan
jumlah dan volume sel yang sifatnya irreversible
(Irianto, 2010). Pengamatan yang dilakukan pada awal pertumbuhan umumnya ditandai dengan munculnya daun,
pemanjangan batang dan akar. Perlakuan sterilisasi dilakukan untuk mengetahui
keefektivitasan dari starter tanpa
adanya pengaruh dari mikroorganisme lain yang berada di tanah maupun di biji
tanaman uji.
Hasil yang diperoleh pada perlakuan ini tanaman
dengan EM konvensional memberikan hasil terbaik dibandingkan semua tanaman uji
lainnya yaitu panjang akar 3 cm, panjang batang 18,4 cm dan jumlah daun dua
helai. Tanaman kontrol memberikan hasil terendah pada perlakuan ini yaitu,
panjang akar 1,7 cm, panjang batang 5,9 cm dan jumlah daun satu helai. Tanaman
dengan EM konvensional memberikan hasil terbaik disebabkan oleh tercukupinya
nutrisi yang terdapat dalam kompos sehingga akar dan batang dapat melakukan
pemanjangan lebih cepat. Akar juga berfungsi untuk memperkuat berdirinya tubuh
tanaman (Nugroho et al., 2010), sehingga
tanaman tersebut akan lebih kokoh dibandingkan tanaman uji lainnya. Mikroba
dalam EM konvensional juga dapat membantu produksi hormon pertumbuhan seperti
auksin (Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006 ). Hal ini disebabkan mikroba tidak perlu beradaptasi
lagi dengan lingkungan, selain itu dalam proses pembuatan starter terdapat proses perebusan yang berguna untuk hidrolisis
substrat sehingga menjadi lebih sederhana dan dapat langsung digunakan oleh
mikroba.
Berbeda dengan
tanaman kontrol dan EM konvensional, tanaman kontrol lebih lambat dibandingkan
tanaman lain. Hal ini disebabkan oleh proses steriliasi yang menghilangkan
mikroba indigenus pada tanah yang dapat menyediakan nutrisi dan juga sebagai biostimulant untuk menghasilkan zat
pengatur tumbuh sehingga dapat membantu proses pertumbuhan tanaman (Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006 ). Tanaman EM komersil lebih lambat
dibandingkan EM konvensional disebabkan oleh mikroba dalam EM komersil berada
di dalam keadaan dorman dan perlu adaptasi terlebih dahulu sehingga
efektifitasnya lebih lambat dan memerlukan waktu dibandingkan EM konvensional.
Hasil
yang berbeda diperoleh pada perlakuan non sterilisasi yaitu semua biji dari
tanaman uji tumbuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh bantuan atau peran dari
mikroorganisme indigenus pada tanah
dan biji yang bersimbiosis dengan
tanaman uji. Beberapa diantaranya
seperti adanya bakteri penambat nitrogen, mikroba perombak selulosa, pelarut
fosfat, mikoriza yang dapat berperan sebagai pupuk hayati sehingga mendukung
perkecambahan biji dengan memperbaiki hara tanah, menyediakan nutrisi maupun
memberi zat pengatur tumbuh (Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006;
Mohammadi et al., 2011)
Pertumbuhan tanaman
pada semua perlakuan non sterilisasi memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan perlakuan sterilisasi. Semua tanaman uji memiliki jumlah daun yang
sama, hal ini disebabkan adanya peran mikroba indigenus tanah dalam membantu
pertumbuhan tanaman. Hasil terbaik diperoleh pada tanaman dengan EM konversil
dengan panjang akar 5,7 cm, panjang batang 17,35 cm dan jumlah daun dua helai.
EM konvensional memiliki hasil terbaik disebabkan oleh kecocokan mikroba di
dalam EM konvensional dengan mikroba indigenus tanah. Menurut Javaid &
Bajwa (2011) efektifitas EM dipengaruhi
oleh keadaan tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah tersebut. Kecocokan
tersebut menyebabkan proses perombakan bahan organik lebih cepat tanpa harus
ada adaptasi dengan waktu yang lama dan tanaman akan menyerap lebih cepat.
Pertumbuhan tanaman
pada EM komersil yaitu 5,25, 16,25 cm dan jumlah daun dua helai. Hal terjadi
karena perlunya waktu untuk beradptasi sehingga degradasi dan kebutuhn nutrisi
yang dibutuhkan tanaman kurang optimum. Hasil pada tanaman kontrol yaitu, 3,75
cm, 8,2 cm dan jumlah daun dua helai. Tanaman kontrol memiliki hasil terendah
disebabkan oleh kurangnya mikroorganisme perombak bahan organik, sehingga hanya
memanfaatkan mikroba indigenus pada tanah untuk mendapatkan nutrisi dan zat
pengatur tumbuh lainnya (Rao, 1975; Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006).
Sedikitnya mikroba perombak senyawa organik menyebabkan lambatnya proses
dekomposisi dapat menyebabkan tanaman kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan
lebih lambat. Bahan organik juga memberikan efek positif pada aktivitas enzim
hidrolase yang disebabkan oleh meningkatnya biomassa mikroba (Garcia et al., 1994). Berdasarkan parameter uji
yang telah dilakukan EM konvensional memiliki hasil yang lebih efektif
dibandingkan dengan starter komersil.
DAFTAR
PUSTAKA
Dobrzynski, M., I. Calkosinki, I. Przywitowska, J.
Kobierska, A. Czajczynska, E. Soltan & O. Parulska. 2009. Effect of Dioxin
in Environmental Pollution on Development of Tooth Disorder. Polish J. of Environ Stud. 18(3) : 319-323
Garcia, C., Hernandez, Costa & Ceccanti. 1994.
Biochemical Parameters In Soil Regenerated by The Addition Organic Wastes. Waste Management and Res. 12(1) : 457 – 466.
Hadisuwito, S. 2011. Membuat Pupuk Kompos Cair.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Javaid, A. & R. Bajwa. 2011. Field Evaluation of
Effective Microorganisms (EM) Application for Growth, Nodulaion, and Nutrition
of Mung Bean. Turk. J. Agric. For. 35 : 443-452.
Litbang Sunberdaya Lahan Pertanian. 2006. Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer and Biofertilizer). Balai
Besar Penelitan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Mohammadi, G.R., M.E. Ghobadi & S.S. Poor. 2012.
Phosphate Biofertilizer, Row Spacing and Plant Density Effects on Corn (Zea mays L.) Yield and Weed Growth. American Journal of Plant Sciences. 3 : 426-429.
Namsivayam, S.K.R., G. Narendrakumar & J.A.
Kumar. 2011. Evaluation of Effective Microorganims (EM) for Treatment of
Domestic Sewage. Journal of Experimental
Sciences. 2(7): 30-32
Nugroho, L.H., Purnomo dan I. Sumardi. 2010. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan.
Penebar Swadaya. Depok.
Rao, S.S.N. 1975. Soil Microoganism and Plant Growth. Oford and IBH Publ. Co. New
Delhi.
Suriawiria, U. 2008. Mikrobiologi Air. Alumni. Bandung
Warlina, L. A. Fauzi, Rudy & Surjono. 2011
Kebijakan Manajemen Lingkungan Untuk Emisi Dioksin/Furan Yang bersumber Dari
Industri Logam. Jurnal Organisasi dan Managemen. 2(4) : 63-72.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saiful Bahri, M. Si, Nasti Susanti, S. Si yang
memberikan pengarahan dalam kegiatan penelitian ini. M. Fazri, Indhina, Robby
dan Yudha yang membantu kegiatan penelitian ini.
Comments
Post a Comment