Rekombinasi DNA (Hormon Insulin)

Kolekium Oleh :

Rois Muqsith
State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
 Biology-ScienceTech
Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412
 email : roismuqsith@live.com


sumber gmbr:dnauin.wordpress.com



BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejak Banting dan Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan kadar gula akibat produksi insulin yang terganggu, telah diobati dengan insulin yang diperoleh dari kelenjar pankreas hewan. Hormon insulin, yang diproduksi dan disekresi oleh sel beta dari pulau langerhans pada pankreas, mengatur penggunaan dan penyimpanan makanan, khususnya karbohidrat. Meskipun insulin babi dan sapi serupa dengan insulin manusia, komposisinya sedikit berbeda. Sebagai akibatnya, sistem imun dari sejumlah pasien memproduksi antibodi untuk melawan insulin, menetralkan aksinya dan menghasilkan reaksi inflamasi pada daerah suntikan. Selain efek samping di atas, timbul juga ketakutan adanya komplikasi jangka panjang yang terjadi akibat injeksi terus-menerus suatu bahan asing. Selain itu juga diproyeksikan akan terjadi penurunan produksi dari insulin yang dihasilkan oleh hewan. Faktor ini mendorong peneliti untuk mencoba mensintesa Human insulin dengan cara menyisipkan gen insulin pada vektor yang sesuai, yaitu sel bakteri E. coli untuk menghasilkan insulin yang secara kimia identik dengan insulin yang terbentuk secara alami. Hal ini telah dicapai dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Metode ini lebih dapat diandalkan daripada metode pembuatan insulin yang diperoleh dengan cara ekstraksi dan pemurnian insulin dari hewan. Selain menggunakan bakteri sebagai host, dapat juga digunakan host berupa ragi (yeast).

 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rekombinasi DNA?
2. Apa pengertian hormon insulin?
3. Apa peran hormon insulin bagi manusia?
4. Bagaimana proses rekombinasi hormon insulin dengan agen bakteri E.coli?

Tujuan
Supaya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan rekombinasi DNA, sekaligus prosesnya pada rekombinasi hormon insulin menggunakan agen bakteri E.coli.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rekombinasi DNA
Telah diketahui bahwa semua organisme mengandung DNA dan bahan yang sama, yaitu gula, asam fosfat, dan basa N. Oleh karena itu, para ahli berhipotesis bahwa DNA dapat disambung-sambungkan, dan mana pun asalnya. Hipotesis tersebut dapat dibuktikan oleh Stanley Cohen, yang berhasil menyambungkan DNA pada tahun 1970- an.                                                                       DNA dapat disambungkan dengan DNA lain dan organisme yang berbeda. Proses penyambungan DNA itu dikenal sebagai rekombinasi DNA. Sebenarnya tujuannya adalah untuk menyambungkan gen yang ada di dalam DNA. Oleh karena itu, rekombinasi DNA disebut juga sebagai rekombinasi gen. Dalam rekombinasi DNA dilakukan pemotongan dan penyambungan DNA. Proses pemotongan dan penyambungan itu menggunakan enzim pemotong dan penyambung. Hasil sambungan DNA dikenal sebagai DNA rekombinan. Enzim pemotong disebut enzim restriksi endonuklease. Secara alami, enzim mi dikeluarkan oleh bakteri untuk memutuskan DNA virus yang tersambung pada DNA bakteri, tanpa merusak DNA bakteri. Secara alami rekombinasi DNA biasa terjadi. Misalnya jika terjadi proses pindah silang pada meiosis, akan terjadi tukar-menukar kromatid pada kromosom yang homolog sehingga DNA terputus dan tersambungkan secara silang. Contoh lainnya adalah pada proses transduksi. Transduksi adalah bersambungnya DNA bakteri yang satu dengan bakteri yang lain dengan perantara virus. Virus memasukkan DNA dan bakteri satu ke bakteri lain.

Komponen-komponen yang Diperlukan dalam Rekombinasi DNA
Untuk memahami rekombinasi DNA, berturut-turut akan kita pelajari tentang gen, enzim pemotong, enzim penyambung, pembawa gen (disebut vektor), dan sel target.

A. Metode Mendapatkan Gen
Gen adalah sepenggal DNA yang mengontrol pembuatan polipeptida tertentu. Ukuran DNA sangat kecil sehingga untuk mendapatkannya diperlukan metode khusus. Caranya adalah menggunakan enzim pemotong. Beberapa literatur menyebutnya sebagai enzim penggunting atau enzim restriksi. I
Mendapatkan gen dengan cara memotong gen dan DNA secara keseluruhan dikenal dengan metode tembak langsung. Selain itu, gen juga dapat diperoleh dengan metode transkripsi balik, yakni RNA dan suatu kelenjar ditranskripsi balik menjadi DNA dengan pertolongan enzim tertentu.
Cara yang lain untuk mendapatkan gen adalah dengan metode sintesis gen, yakni membuat gen secara in vitro di laboratorium. Gen dibuat secara sintetis dengan urutan basa tertentu berdasar pada urutan asam amino protein yang dihasilkannya.

B. Enzim Pemotong dan Penyambung
Enzim pemotong dikenal sebagai enzim restriksi atau enzim penggunting. Nama umumnya enzim restriksi endonuklease. Fungsi enzim mi memotong-motong benang DNA yang panjang menjadi pendek agar dapat disambung-sambungkan kembali. Enzim pemotong secara alami dimiliki oleh sel untuk memotong DNA di dalam sel. Enzim pemotong itu jumlahnya banyak, dan yang telah dikenal mencapai 350-an. Setiap enzim bekerja secara khusus. Artinya, setiap enzim hanya dapat memotong urutan basa tertentu pada DNA. Hasil potongannya berupa sepenggal DNA berujung runcing yang komplemen yang dikenal sebagai DNA ujung runcing.
Selain enzim pemotong restriksi endonuklease, terdapat pula enzim penyambung yang berfungsi menyambungnyambungkan DNA, yaitu enzim ligase. Enzim ligase DNA mengkatalisis ikatan fosfodiester antara dua rantai DNA. Ligase DNA tidak dapat menyambungkan DNA untai tunggal, melainkan harus DNA rangkap.

C.  Pembawa Gen atau Vektor
Mengingat ukuran gen yang sangat kecil, maka memasukkan gen ke dalam sel target harus menggunakan pembawa gen atau vektor. Vektor itu bertugas sebagai “kendaraan” bagi gen untuk mengangkut gen masuk ke dalam sel target.
Dalam memilih vektor mi para ahli meniru kondisi alami. Secara alami, bakteri memiliki plasmid, yaitu DNA sirkuler yang ukurannya 1 / 1.000 kromosom (DNA) bakteri, dan dapat keluar masuk sel bakteri. Jelasnya, plasmid dapat keluar dan sel bakteri yang satu kemudian masuk ke sel bakteri yang lain. Akibatnya, bakteri yang lain tadi mendapatkan sifat baru yang berasal dan bakteri pertama. Peristiwa perubahan sifat mi dikenal sebagai transformasi.
Plasmid secara alami dapat keluar masuk sel sehingga dapat dimanfaatkan sebagai “kendaraan” bagi gen. Plasmid tersebut dapat disambung dengan gen terlebih dahulu sehingga terbentuk DNA hasil sambungan yang disebut sebagai chimera (kimera) atau DNA rekombinan. Selanjutnya, kimera dimasukkan ke dalam sel target yaitu ke sel bakteri. Sel target akan mendapatkan sifat baru sesuai dengan gen yang diterimanya.
Oleh karena kimera tersebut berupa DNA, maka sesuai dengan sifatnya, kimera akan mengadakan replikasi di dalam sel inangnya sehingga jumlahnya bertambah banyak. Dengan demikian berlangsunglah proses pengklonaan DNA. Ketika kimera melakukan replikasi, gen yang dibawanya akan ikut tereplikasi sehingga terjadilah pengklonaan gen.

D. Sel Target
Sel target yang biasa digunakan dalam rekombinasi DNA adalah sel bakteri Escherichia coli.
  1. E. coli mudah diperoleh dan mudah dipelihara
  2. tidak mengandung gen yang membahayakan (tidak ganas)
  3. Dapat membelah diri setiap 20 menit sekali sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Hal ini juga berarti produknya dapat dihasilkan dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.

BAB III

PEMBAHASAN

Pengertian dan Peran Hormon Insulin
Insulin merupakan sejenis hormon jenis polipeptida yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Sel yang menghasilkan hormon insulin dalam kelenjar pankreas dikenali sebagai sel beta, yaitu sejenis sel yang terdapat dalam kelompokan sel yang digelar pepulau (islet of) Langerhans dalam pankreas (Indah, 2004).

BAB III
PEMBAHASAN

3. 1. Pengertian dan Peran Hormon Insulin
Insulin merupakan sejenis hormon jenis polipeptida yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Sel yang menghasilkan hormon insulin dalam kelenjar pankreas dikenali sebagai sel beta, yaitu sejenis sel yang terdapat dalam kelompokan sel yang digelar pepulau (islet of) Langerhans dalam pankreas (Indah, 2004).
Secara kimia, insulin merupakan suatu protein yang kecil dan sederhana. Insulin terdiri dari 51 asam amino, 30 diantaranya menyusun 1 rantai polipeptida dan 21 asam amino menyusun rantai kedua. Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan ikatan disulfida seperti gambar dibawah. Kode genetik dari insulin ditemukan dalam DNA pada bagian atas short arm dari kromosom ke-11. Kromosom ini mengandung 153 basa nitrogen (63 pada rantai A dan 90 pada rantai B).

1 
Gambar 1. Ikatan disulfida pada rantai insulin

Hormon insulin diproduksi oleh kalenjar pankreas. Dalam kelenjar pankreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau Langerhans dan setiap pulau mengandung 100 sel beta. Oleh sel beta-lah hormon insulin diproduksi, dimana sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Untuk kemudian di dalam sel, glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga energi. Jika hormon insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
2
Gambar 2. Siklus Gula dalam Tubuh

Sebaliknya, disamping sel beta, terdapat juga sel alfa yang memiliki fungsi memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari hormon insulin, yakni meningkatkan kadar glukosa darah.
Dalam keadaan seperti ini badan seringkali menjadi lemah karena tidak adanya sumber energi didalam sel. Hal inilah yang paling rentan terjadi pada diabetes melitus.
3.2. Rekombinasi Hormon Insulin
Metode rekombinasi DNA pada proses pembuatan insulin lebih dapat diandalkan daripada metode pembuatan insulin yang diperoleh dengan cara ekstraksi dan pemurnian insulin dari hewan. Metode ini pada prinsipnya menyisipkan gen insulin pada vektor yang sesuai, yaitu sel bakteri E.coli supaya dapat menghasilkan insulin yang secara kimia identik dengan insulin yang terbentuk secara alami, berikut penjelasan secara detailnya.

1. Suatu DNA kecil berbentuk lingkaran yang exist dalam bacteria, dikenal sebagai plasmid. Plasmid ini selanjutnya dimodifikasi agar disisipkan suatu urutan DNA manusia yang mengandung gen pembentuk proinsulin. Proinsulin adalah precursor untuk pembentukan insulin. Modifikasi ini dilakukan dngan menggunakan enzim pemotong(restriksi endonuklease) dan penyambung(ligase)

2. Plasmid yang telah mengandung gen proinsulin lalu disisipkan (transformasi)  ke dalam Eschericia coli (E. coli) yang akan memproduksi human proinsulin.

3. Bakteri ini akan berkembang biak di dalam suatu fermentor yang berisi media produksi dan akan menghasilkan human proinsulin dalam jumlah besar.

4. Selanjutnya Bakteri diinaktif kan dengan cara heat sterilization, proinsulin  dipanen.

5. Proinsulin diambil lalu dengan cara memotong secara enzimatik akan dihasilkan human insulin.

6. Proses selanjutnya adalah sentrifugasi dan penghilangan sel-sel yang tidak diperlukan. Pemurnian dilakukan dengan cara liquid chromatography dan crystallization.

 3
 Gambar 3. Proses Pembuatan Hormon Insulin 

Implikasi Biologis dari Recombinan Human Insulin ini pada studi kimia dan farmakologi, telah terbukti tidak berbeda dari Insulin Pankreas Manusia. Pada awalnya, kesulitan utama yang dihadapi adalah kontaminasi dari sel inang (host cells), serta kontaminasi dari media fermentasi pada produk akhir. Kontaminasi ini telah dapat diatasi dengan dilakukannya proses pemurnian. Sewaktu produk akhir insulin diuji dengan sederetan test, tidak ada cemaran yang dapat terdeteksi. 

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
1. Rekombinasi DNA yaitu proses modifikasi(pemotongan dan penyambungan rantai DNA
2. Insulin merupakan hormon jenis polipeptida yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas.
3. Proses sintesis hormon insulin menggunakan teknologi rekmobinasi DNA yaitu “modifikasi” DNA, trandformasi plasmid, perkembangbiakan bakteri(fermentasi), sterilisasi(heat sterilization), pengambilan insulin dan pemurnian.

DAFTAR PUSTAKA
Ganong WF, 1996. Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Ed 20, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
.
Suryohudoyo P. 2000. Ilmu Kedokteran Molekuler. Ed I, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm 48-58.

Tjokroprawiro A. 1999. Diabetes Mellitus And Syndrome 32 (A Step Forward To Era Of Globalisation–2003). JSPS-DNC symposium, Surabaya: 1-6.

Ward Wd. 1984. Pathophysiology Of Insulin Secretion In Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Diabetes Care 7 : 491 – 502

Yuwono,T.2007. Biologi Molekular.Jakarta.Penerbit Erlangga.

Comments